Kasih Sayang Mama Part 1

Semoga yang sudah baca tidak keberatan cerita ini dibagikan di sini.
Semoga yang belum baca bisa terhibur setelah membacanya.
Kasih Sayang Mama
Saat aku nakal, ayah selalu memukulku. Tapi aku tidak keberatan karena sadar akan
alasannya. Biasanya ayah memukul pantatku yang masih bercelana tiga atau empat kali.
Namun mama selalu sepuluh kali atau bahkan lebih.
Pukulan mama jauh lebih buruk. Kadang mama memakai sisir, tali dan atau rotan.
Kebanyakan mama membuatku melepas celana terus aku disuruh menarik tiga sedotan
dari tangan mama yang berisi tulisan sisir, tali dan rotan. Mama tahu aku benci rotan
karea selalu berbekas selama beberapa hari. Yang paling ringan adalah sisir, karena
kalau tali, akan mama kenakan ke daerah yang sensitif.
Jika yang keluar sisir, mama menyuruhku membungkuk sambil memegang pergelangan
kakiku. Jika aku tersungkur, mama akan mulai lagi dari awal. Aku tentu saja tak selalu
bisa seimbang, hingga kadang kembali dari awal lagi pukulan mama.
Jika rotan, aku membungkuk sambil memegang tepi meja makan. Jika keluar suara dan
atau teriak, maka mama mulai lagi hukuman dari awal.
Apabila tali, aku harus berdiri dengan tangan di kepalaku dan kaki dibuka lebar hingga
mama bisa memecut paha bagian dalamku, perut dan bahkan putingku. Di akhir kadang
mama menyuruhku melebarkan belahan pantat dan memecut bagian dalamnya.
Tiap pukulan yang kuterima harus kujawab dengan Terimakasih mah. setelah itu mama
berhenti dulu selama satu menit, lantas melanjutkan pukulan. Efeknya, saat pukulan
berhenti, rasa sakit agak berkurang. Namun saat dipukul kembali rasa sakit itu kembali
datang.
Karena tak tahan maka aku melaporkan perlakuan mama ke ayah. Ayah dan mama
lantas bertengkar. Kadang aku tak tahu kenapa mereka menikah sedang kini kulihat
harmonis. Ternyata percuma lapor ke ayah karena esok atau lusa mama memukulku lagi
dengan lebih keras dan mengancamku jika aku mengadu lagi maka aku akan dipukul
hingga pingsan.
Aku pun lantas tumbuh hingga berusia sepuluh tahun. Ayah dan mama bercerai. Aku
ingin tinggal sama ayah tapi pemerintah menyuruhku tinggal sama mama. Mama lantas
memberhentikan sekolahku dan menyuruhku sekolah di rumah. Katanya mama tak ingin
orang lain di sekolah melihatku memar dan atau lainnya.
Di rumah aku hanya dibolehkan memakai kolor. Katanya agar cepat jika akan dihukum.
Tak pernah aku melewatkan hari tanpa pukulan.
Usia sebelas tahun merupakan usia saat kontolku mulai terlihat berbeda saat ereksi. Dan
mama mulai menyadarinya. Mama bilang aku tak mungkin ereksi jika tak memainkan
kontolku. Mama mulai menggerayangiku dan melihat bercak-bercak di kolorku. Mama
lantas menjadikannya alasan untuk memukulku lebih keras lagi hingga aku menangis
dan nafasku sesak.
***
Di internet mama mulai sering ngobrol dengan entah siapa. Mama mulai mendapat
teman dari dunia maya. Teman mama bilang kalau kontolku mulai ereksi kakiku harus
diikat ke meja hingga terbuka, helm kontolku dipasangi tensoplas lantas tarik ke sisi
meja lain hingga terentang. Setelah itu kontolku dipecut kabel telepon.
Mama makin dekat dengan teman mayanya hingga mereka bertukar alamat. Ternyata
rumahnya tak terlalu jauh dari mama. Mama bahkan mengundangnya datang di akhir
pekan. Aku memohon pada mama agar tak mengundangnya, namun mama hanya
tertawa. Aku kabur, namun karena letak antar tetangga lumayan agak jauh, mama
menangkapku.
Sejak itu kakiku dirantai ke sebuah patok baja. Rantainya cukup panjang hingga aku bisa
ke dapur dan kamar mandi. Aku duduk di lantai dekat patok. Setiap malam mama
mengecekku. Jika kontolku keras, mama akan menandai tanggal di almenak. Aku benci
kontolku, tapi aku tak bisa membuatnya tak keras saat aku tidur.
***
Di akhir pekan, mama kedatangan tamu. Ternyata teman maya mama yang bernama bu
Rahma. Mama lantas menunjukan semua alat yang suka dipakainya untuk menyiksaku.
Lantas bu Rahma bilang dia bawa alat lain yang lebih baik.
Bu rahma mengeluarkan jepitan dan memasang di sisi kanan-kiri kontolku. Lantas di
helm kontolku. Apabila ingin tahu rasanya, silakan dicoba. Yang pasti aku menangis
histeris.
Dia gak punya keberanian kan? Kita mesti hukum dia karena itu, kata bu Rahma.
Dia lantas mengeluarkan ketapel mainan, namun berfungsi, dan mengetepel testisku
dengan batu atau apalah-apalah.
Setelah itu aku dibiarkan sementara mama membuat makanan dan kopi. Mereka duduk
di meja sambil menertawakanku. Bu Rahma bilang aku sangat menarik karena
dibanding anaknya, anaknya akan selalu menerima pukulan dengan pasrah tanpa
berontak. Sangat susah membuat anaknya menjerti, tambahnya. Mereka bilang mereka
beruntung karena rumah di sini masih jarang.
Bu Rahma juga bilang dia tahu cara unik. Bu Rahma menyuruh mama mengikat kakiku
ke meja dan mengikat tanganku di belakang punggung. Lantas kontolku ditarik memakai
karetgelang. Bu Rahma lantas mengambil koran dan bilang ke mama kalau memukul
jangan memukul batangnya, bisa kena ke pembuluh dan membuat darah keluar.
Aku panik dan mulai memohon untuk tak melakukan itu.
Tenang saja. Ntar itu, jawab bu Rahma.

Bu Rahma kembali memasang jepitan. Kini di putingku, tentu aku kembali menjerit.
Sementara mama hanya terkikik.
Bu rahma lantas mengeluarkan benang dan mulai menali testisku, hingga tersumbat di
pangkalnya. Aku merasa mual. Bu Rahma lantas berkata ke mama, lihat, karena
tersumbat kita bisa liat pembuluhnya. Coba jepit di sana!
Mama menjepit di testis bagian kiri. Aku menjerit lantas muntah. Mereka hanya tertawa
sambil menyentil-nyentil jepitan.
Akhirnya mereka bosan dan mencabut semua jepitan. Aku dibiarkan istirahat. Karena
lelah, aku tertidur.
***
Kurasa kita mesti buat anak ini rendah hati, kata bu Rahma.
Ternyata yang dimaksud adalah aku harus menjilati memek bu rahma tiap dia selesai
kencing. Bahkan menjilati anusnya setelah buang air besar.
Aku kadang disuruh memohon agar mereka memukulku sepuluh kali. Aku tahu jika tak
menurut, bencana yang lebih hebat bakal melanda tubuhku. Aku juga disuruh memohon
agar pahaku dipecut, putingku dipecut, namun saat aku disuruh memohon agar belahan
pantatku dipecut, aku berkata, jangan mohon. Aku akan lakukan apa saja asal jangan itu.
Kasihan. Lagian kamu juga bakal ngelakuin apa aja. Cuma kamu mesti dihukum karena
udah nolak. Masing-masing dua puluh pukulan.
Seberapa sakitkah itu? Tak bisa kujelaskan lebih rinci lagi. Mereka buka pantatku lebarlebar lantas mencambuknya hingga di kakiku mengalir darah segar.
Setelah itu aku dibiarkan istirahat sejenak. Setelah itu kontolku diikat dan diambungkan
ke sebuah ember kecil seukuran gelas. Jangan tanya darimana asalanya, karena aku tak
mau repot-repot memikirkan hal-hal yang akan menyakitiku. Mereka juga mengikat
pergelangan kakiku hingga jalanku agak sulit.
Setelah puas, mereka melepasnya dan membiarkanku istirahat.
Satu lagi. Lantas aku mesti pulang. Aku tak meninggalkan makanan dan atau air untuk
anakku. Aku tak ingin dia jadi terlalu lemah.
Ambil cambuk ini. Pecut dada sendiri hingga ke selangkangan. Kalau tak cukup merah,
kami ambil alih mecut. Termasuk testismu.
Aku begitu takut hingga mengambil cambuk itu dan mulai mencambuk dadaku hingga
merah mulai melapisinya serta perutku. Saat kejadian ini, aku tak percaya menyadari
kontolku yang tiba-tiba keras dan tegak menjulang ke atas membuatnya juga kena
cambukan.
Menarik kan, kata bu rahma sambil tertawa, anakku saja kadang begitu bersemangat
saat memecut dirinya sendiri.
Setelah itu dia pergi dan bilang pekan depan akan kembali dan bawa anaknya agar aku
dapat teman main. Mama membiarkanku menangis di lantai hingga tertidur.